Berbagai barang antik yang merupakan bagian koleksi dari Tengku Kelana, warga Dabosingkep, didapat di sekitar perairan pulau Dabo dan sekitarnya. Didapatnya barang-barang antik tersebut selain dari orang, juga didapat sendiri. Menurut cerita masyarakat setempat, daerah teluk Lingga, teluk Daek, dulunya banyak digunakan orang untuk bersandar ketika terkena rampok atau terkena badai. Sehingga barang-barang masa itu banyak yang terkubur di pesisir pantai.
Setiap kali musim hujan, pasir-pasir yang ada di pesisir kembali ke laut dan memudahkan warga setempat mencari harta karun yang masih tersembunyi atau barang-barang kuno yang terkubur lama. Untuk barang-barang keramik yang terkubur di dalam pasir, sering pada bagian piring atau mangkuk terkikis. Karena rusak dimakan pasir. Sedangkan barang pecah belah yang di dapat terkubur di dalam lumpur masih terlihat bagus.
''Dulu, saya sering mencari peninggalan barang antik yang terkubur di pesisir pantai setiap habis hujan. Karena pasir-pasirnya sudah banyak terkikis, jadi lebih memudahkan mencari barang. Sekarang sudah tidak lagi,'' ujar Tengku Kelana.
Menjadi seorang kolektor barang kuno, ribuan tahun lalu. Tentunya pernah mengalami kejadian-kejadian 'diluar' dari kebiasan. Pengalaman yang tak pernah dilupakan, pria kelahiran September 1961 itu pada saat membeli tiga buah guci kuno yang merupakan tempat penyimpanan abu bagi orang yang sudah meninggal. Dua dari guci yang ia miliki itu, sudah pernah digunakan sebagai tempat penyimpanan abu, hanya saja abu orang meninggal itu sudah dibersihkan.
''Pernah sewaktu malam, guci yang biasanya saya letakan di dekat lemari dipidah sama anak saya di dekat pintu. Pada saat itu, saya mau shalat, tiba-tiba aja guci itu bergoyang-goyang sendiri. Terpaksa saya menghentikan shalat dan menayakan apakah dia terganggu. Begitu saya balikan ke tempat semua, tidak ada masalah lagi,'' ujarnya.
Barang-barang peningalan masa Victoria, Belanda dan juga Amerika terdapat di rumahnya. Beberapa barang yang ditaruh di ruang tamunya antara lain kotak musik USA tahun pembuatan 1889. Kotak musik ini bentuknya persegi panjang dengan warna coklat.
''Kotak musik ini dilengkapi dengan piringan hitam. Koleksi piringan hitam saya ada puluhan keping. Untuk peti nyanyi ini saya ada dua model, satu bentuk persegi panjang dan satunya lagi bentuk terompet,'' tuturnya.
Kotak musik tahun 1889 itu dibelinya dengan harga Rp1,5 juta dengan pemilik rumah yang ia beli dan tempati sekarang. Waktu membeli rumah, pemilik rumah juga menawarkan benda kuno yang sekarang masih ia simpan dan rawat.
Selain kotak musik, ada satu lagi grama telepon buatan tahun 1889, yang dibelinya dengan harga Rp100 ribu. Disayangkan pengusaha walet itu, bagian-bagian telepon yang berukuran kotak itu tidak lengkap. Hanya terdapat gangang telepon dan juga suara dering telepon. Sedangkan pemutar telepon tidak ada.
Sedangkan koleksi kris kuno yang dimilikinya sudah ada belasan. Ada satu kris yang ia pasang di atas pintu rumahnya. Menurutnya, bagi orang yang berniat jahat masuk ke rumahnya tidak bisa masuk. ''Kris ini hanya menjadi bagian dari koleksi saya saja. Mistik yang ada di dalam kris tidak pernah saya gunakan,'' katanya.
Walaupun begitu, ia tidak pernah berniat untuk menjual koleksi krisnya pada orang yang berniat mau membelinya. Ia menuturkan, pernah ada orang yang tertarik untuk membeli krisnya, namun ia tolak. Tetapi orang itu terus saja datang pada jam-jam orang lagi sibuk. Namun, dirinya tetap tidak menjual koleksi krisnya. ''Kalau kris saya tidak pernah mau menjualnya. Karena kris itu cocok-cocokan, tidak bisa sembarangan menjual ke orang,'' ungkapnya.
Kris-kris kuno asal Lingga itu rencananya akan di pajang di ruang tamunya. Tempatnya sedang dipersiapkan. Untuk sementara kris-kris itu ditaruh diatas kursi. Tidak ada ritual khusus yang dilakukannya, ia hanya membersihkan kris tersebut sama seperti membersihkan koleksi barang kunonya yang lain.
Walaupun memiliki banyak barang antik dan beberapa diantaranya pernah dijual, bukan berarti pria berkulit sawo matang itu tidak pernah memberikan beberapa koleksinya untuk museum Lingga. ''Saya pernah memberikan koleksi saya untuk museum dan saya pernah pada tahun 2005 menawarkan museum untuk mengambil semua koleksi saya untuk dipajang hanya dengan mengembalikan modal saya saja Rp600 juta, tetapi pihak musim tidak mau,'' tukasnya.
Triana Rahmawati Merajut Harapan dan Membuka Jalan Bagi ODMK
-
Kisah Inspirasi Triana Rahmawati Yang Merajut Harapan dan Membuka Jalan
Bagi Orang dengan Masalah Kejiwaan Sumber: LinkedIn.com Petunjukhidup.com-
Memilik...
0 comments:
Post a Comment