Masih banyak warga Indonesia yang berniat mengubah nasib dengan merantau ke negeri orang. Alasannya tidak lain, untuk mengubah taraf kehidupannya menjadi lebih baik. Namun dibalik kisah-kisah para Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang di negeri jiran ada yang sukses dan ada yang pulang membawa duka.
Berniat mengubah nasib, dua calon TKW asal Surabaya pun berniat merantau ke Malaysia berharap mendapatkan penghasilan ringgit. Namun, belum menginjakan kaki ke negeri jiran, Wagianti Ari Safitri (28) dan Jamilah (40) sudah kabur dari penampungan yang berlokasi di Jalan Katamso.
Mereka kabur dari penampungan yang sudah menampungnya selama dua hari, dikarenakan merasa tertipu. Ternyata mereka tidak dipekerjakan sesuai dengan janji yang ditawarkan sponsor padanya, yakni bekerja di rumah makan. Malah mau dipekerjakan sebagai pembantu.
Merasa ditipu dan tidak mempunyai uang, akhirnya mereka melapor ke polisi di Mapoksek Tanjungpinang Timur.
''Saya lebih baik pulang saja dari pada harus jadi pembantu di Malaysia,'' ujar Jamilah, Kamis (29/1).
Sementara itu, AKP Dunya Harun, Kapolsek Tanjungpinang Timur, menuturkan, mereka mengaku ditipu, karena mereka dijanjikan dipekerjakan di rumah makan, ternyata mau dijadikan pembantu.
''Karena tidak mau, akhirnya mereka kabur. Kami tidak bisa mengenakan hukuman pada pelaku. Karena memang keduanya tidak mengeluarkan biaya sepersen pun untuk kepengurusan dokumen maupun biaya dari Surabaya ke Tanjungpinang,'' urainya.
Dilanjutkan Dunya, mereka kabur karena tidak mempunyai uang dan pengen kembali ke daerah asalnya. Tidak tahu berbuat apa, sehingga melapor ke polisi.
Karena itu pihak kepolisian menyerahkan dua TKW tersebut ke Rumah Singgah Engku Putri, Tanjungpinang. Ternyata di Rumah Singgah Engku Putri juga ada lima TKW yang bermasalah di Malaysia yang dipulangkan KBRI. Mereka adalah Umi Hamidah (33), Sulastri (38), Ika Sartika (35), Martinah (45) dan Neli (38).
Selain dua TKW tersebut, di Rumah Singgah Engku Putri juga terdapat sebanyak lima TKW bermasalah dipulangkan Umi Hamidah (33), Sulastri (38), Ika Sartika (35), Martinah (45) dan Neli (38), Rabu (28/1). Dari kelima TKW yang dipulangkan ada berbagai kisah menarik.
Selama di Malaysia, lima TKW yang dipulangkan itu mengalami masalah diantaranya mendapat kekerasan baik oleh tekong maupun oleh majikan yang tidak membayarkan upah. Umi ibu dua anak asal Purwakarta misalnya. Ia terlihat linglung. Ucapannya selalu berubah-ubah. Dia mengaku sering dipukul oleh rekan kerjanya sesama pembantu. Atas pemukulan tersebut, majikannya tidak memberikan pengobatan.
''Saya diperlakukan macam-macam. Punggung saya pernah dipukul dengan pipa. Kaki saya juga pernah dipukul sampai bengkok. Yang mukul pembantu juga. Dia ngaku kerabat agen,'' tutur Umi.
Berbeda dengan kisah Umi, Neli merasa bahagia. Karena perjuangannya akhirnya tercapai. Neli mengeyam pendidikan di Univesitas, namun di Malaysia dia memilih menjadi pembantu. ''Dulu saya kerja di pabrik, karena kerjaan berat. Saya tidak tahan dan saya memilih jadi pembantu,'' ungkapnya di Selter.
Namun, selama satu tahun empat bulan, Neli tidak pernah menerima gaji dari majikan yang merupakan etnis Tionghoa. Bahkan selama bekerja di sana, majikannya tidak pernah berlaku baik padanya. ''Saat saya sakit, saya tidak pernah diberi obat. Bahkan tidak pernah digaji, diperlakukan sewena-wena,'' tuturnya.
Melihat prilaku majikannya yang tidak berubah, akhirnya Neli pun mengadu pada KBRI di Malaysia. Namun, saat mau dipulangkan KBRI. Neli masih enggan. Ia menginginkan haknya yaitu gajinya ikut bersamanya pulang ke tanah air.
Akhirnya perjuangannya tidak sia-sia. Ia mendapatkan gaji berkat bantuan pengacara dari Indonesia melalui KBRI di Malaysia. ''Saya mendapatkan gaji saya 1000 ringgit, walaupun seharusnya lebih. Namun tidak apa-apa, yang penting perjuangan saya tidak sia-sia,'' tuturnya.
Berniat mengubah nasib, dua calon TKW asal Surabaya pun berniat merantau ke Malaysia berharap mendapatkan penghasilan ringgit. Namun, belum menginjakan kaki ke negeri jiran, Wagianti Ari Safitri (28) dan Jamilah (40) sudah kabur dari penampungan yang berlokasi di Jalan Katamso.
Mereka kabur dari penampungan yang sudah menampungnya selama dua hari, dikarenakan merasa tertipu. Ternyata mereka tidak dipekerjakan sesuai dengan janji yang ditawarkan sponsor padanya, yakni bekerja di rumah makan. Malah mau dipekerjakan sebagai pembantu.
Merasa ditipu dan tidak mempunyai uang, akhirnya mereka melapor ke polisi di Mapoksek Tanjungpinang Timur.
''Saya lebih baik pulang saja dari pada harus jadi pembantu di Malaysia,'' ujar Jamilah, Kamis (29/1).
Sementara itu, AKP Dunya Harun, Kapolsek Tanjungpinang Timur, menuturkan, mereka mengaku ditipu, karena mereka dijanjikan dipekerjakan di rumah makan, ternyata mau dijadikan pembantu.
''Karena tidak mau, akhirnya mereka kabur. Kami tidak bisa mengenakan hukuman pada pelaku. Karena memang keduanya tidak mengeluarkan biaya sepersen pun untuk kepengurusan dokumen maupun biaya dari Surabaya ke Tanjungpinang,'' urainya.
Dilanjutkan Dunya, mereka kabur karena tidak mempunyai uang dan pengen kembali ke daerah asalnya. Tidak tahu berbuat apa, sehingga melapor ke polisi.
Karena itu pihak kepolisian menyerahkan dua TKW tersebut ke Rumah Singgah Engku Putri, Tanjungpinang. Ternyata di Rumah Singgah Engku Putri juga ada lima TKW yang bermasalah di Malaysia yang dipulangkan KBRI. Mereka adalah Umi Hamidah (33), Sulastri (38), Ika Sartika (35), Martinah (45) dan Neli (38).
Selain dua TKW tersebut, di Rumah Singgah Engku Putri juga terdapat sebanyak lima TKW bermasalah dipulangkan Umi Hamidah (33), Sulastri (38), Ika Sartika (35), Martinah (45) dan Neli (38), Rabu (28/1). Dari kelima TKW yang dipulangkan ada berbagai kisah menarik.
Selama di Malaysia, lima TKW yang dipulangkan itu mengalami masalah diantaranya mendapat kekerasan baik oleh tekong maupun oleh majikan yang tidak membayarkan upah. Umi ibu dua anak asal Purwakarta misalnya. Ia terlihat linglung. Ucapannya selalu berubah-ubah. Dia mengaku sering dipukul oleh rekan kerjanya sesama pembantu. Atas pemukulan tersebut, majikannya tidak memberikan pengobatan.
''Saya diperlakukan macam-macam. Punggung saya pernah dipukul dengan pipa. Kaki saya juga pernah dipukul sampai bengkok. Yang mukul pembantu juga. Dia ngaku kerabat agen,'' tutur Umi.
Berbeda dengan kisah Umi, Neli merasa bahagia. Karena perjuangannya akhirnya tercapai. Neli mengeyam pendidikan di Univesitas, namun di Malaysia dia memilih menjadi pembantu. ''Dulu saya kerja di pabrik, karena kerjaan berat. Saya tidak tahan dan saya memilih jadi pembantu,'' ungkapnya di Selter.
Namun, selama satu tahun empat bulan, Neli tidak pernah menerima gaji dari majikan yang merupakan etnis Tionghoa. Bahkan selama bekerja di sana, majikannya tidak pernah berlaku baik padanya. ''Saat saya sakit, saya tidak pernah diberi obat. Bahkan tidak pernah digaji, diperlakukan sewena-wena,'' tuturnya.
Melihat prilaku majikannya yang tidak berubah, akhirnya Neli pun mengadu pada KBRI di Malaysia. Namun, saat mau dipulangkan KBRI. Neli masih enggan. Ia menginginkan haknya yaitu gajinya ikut bersamanya pulang ke tanah air.
Akhirnya perjuangannya tidak sia-sia. Ia mendapatkan gaji berkat bantuan pengacara dari Indonesia melalui KBRI di Malaysia. ''Saya mendapatkan gaji saya 1000 ringgit, walaupun seharusnya lebih. Namun tidak apa-apa, yang penting perjuangan saya tidak sia-sia,'' tuturnya.
0 comments:
Post a Comment