Kota Gurindam dan Negeri Pantun Lahirnya Penyair dan Penulis
Perasaannya yang galau saat menjelang masa jabatannya berakhir pada tahun 2007 lalu pun, ia tuangkan dalam bentuk puisi yakni kapal oleng. ''Puisi ini gambaran perasaan saya, dimana pada masa-masa sisa jabatan saya sebagai wali kota, ada berbagai perasaan yang berkecambuk dalam hati,'' ungkapnya.
Tatik menambahkan, perasaan itu mungkin suatu gambaran juga bagi para calon legislatif yang nasibnya hampir sama seperti dalam gambaran puisi kapal oleng.
Puisi tersebut ditulisnya pada bulan November 2007 dan merupakan puisi yang ke 111 yang ditulisnya sejak tahun 2006.
Pengalaman menulis dan membaca syair dari bait-bait puisi kerap menjadi ajang tampilnya kebudayaan Melayu di Indonesia hingga keluar negeri.
Setiap ada kesempatan, wanita yang dilahirkan di Tanjungpinang ini selalu membaca syair puisi yang ada kaitan dalam kegiatan acara tersebut. Tidak hanya di Tanjungpinang, tetapi juga di Malaysia. Saat itu, Suryatati membacakan puisi di depan ratusan peserta pramuka yang juga dihadiri petinggi Malaysia.
''Kita harus mempertahankan budaya Melayu,'' ucapnya.
Buku puisi pertama yang diterbitkannya, Melayukah Aku? Mendapat sambutan yang luar biasa. Saat melakukan peluncuran di TIM Jakarta pada tahun 2007 silam. Dalam menulis, Tatik merasa ada kepuasan dalam hatinya. Buku kumpulan puisi itu bukan lah tuk pertama dan terakhir kalinya.
Wanita yang mengenyam pendidikan di IPP Pemerintahan itu pun mulai menikmati menulis puisi, buku ke dua pun kembali di luncurkan Perempuan Walikota diluncurkan di gedung Aisya pada 15 April 2009 lalu.
Diakui Suryatati A Manan, dalam berkarya dirinya tidak menetapkan target. ''Saya masih banyak belajar, karena puisi saya memang masih jauh dari karya-karya sastrawan, puisi yang saya buat ini lebih menggambarkan kondisi yang terjadi,'' ungkapnya dengan mata berkaca-kaca.
Sehingga tidak heran, wanita yang memulai karirnya dibidang birokrasi ini lebih suka meluangkan perasaannya dalam bentuk tulisan, mulai menyindir stafnya hingga wartawan dalam bentuk puisi. Dikala, saat itu ia merasa tidak tahu harus mengatakan apa secara langsung.
Gambaran-gambaran hasil karya wanita kelahiran April 1953 itu sebagian merupakan tulisan yang menggelitik karena menyindir staf-stafnya. Bahkan, perasaannya mana kala menjadi wali kota hingga saat ini. Buku puisi kedua, tidak membuatnya berhenti menulis. ''Saya terus menerus belajar untuk dapat menulis lebih baik lagi. Bahkan sayajuga mau mencoba belajar menulis panjang,'' tuturnya.
Kemampuan menulisnya terus diasah, tidak merasa puas dengan apa yang sudah dicapainya. Melainkan terus melakukan pembenahan dan belajar untuk bisa menjadi lebih baik lagi. ''Kota Tanjungpinang ini memiliki beragam budaya dan budaya ini harus kita lestarikan dan harus ada regenerasi yang mempertahankan apa yang sudah ada,'' katanya.
Hasil karya-karyanya pun terus bertambah, setelah meluncurkan buku ke dua, ia pun mencoba melakukan koraborasi dengan penulis senior. Buku keempat yang diberi judul Perempuan Dalam Makna tersebut juga mendapatkan sambutan yang luar biasa, saat diluncurkan di Jakarta.
''Buku ini merupakan buku kumpulan puisi dan pantun yg dibuat berdua saya dengan ibu martha sinaga. Buku ini berisi pandangan mengenai masalah sosial dan pendidikan. Kami berdua coba memandang dari sudut pandang masing-masing, saya sebagai orang yang lama bertugas di daerah. Sedangkan beliau sebagai orang pusat yang telah berkeliling indonesia,'' ungkapnya saat itu.
Sama seperti buku-buku sebelumnya, buku keempat tersebut juga merupakan dari kejadian sehari-hari disekeliling yangberkaitan dengan tugas maupun kejadian yang dialami masyarakat. Berbeda dengan buku pertama dan kedua, buku keempat ini lebih menemakan mengenai aspek kehidupan sosial masyarakat, seperti mengenai persoalan PLN, BLT, Coba-coba dan virus menular, dimana rata-rata menggambarkan masalah sosial yang terjadi di daerah.
''Semua karya saya buat ini sambil jalan, dan saya masih ingin terus belajar dan berkarya,'' tukasnya.
0 comments:
Post a Comment