Begitu Anak Ku Cukup Umur, Kan Ku Beri Tahu
Penyakit yang diderita Iren dan suaminya menyebar di tempat tinggalnya di Bukit Senyum. Masyarakat yang masih belum mengetahui dengan benar informasi HIV/AIDS mengusir mereka dari tempat tinggal mereka. ''Kami diusir dari tempat tinggal kami. Saya masih ingat mereka bilang, Pulang saja sana ke kampung, padahal saat itu kondisi kami sedang parah-parahnya,'' ujar Iren mengingat kejadian yang dialaminya empat tahun silam itu.
Di saat terpojok oleh lingkungan sekitarnya, orangtua Iren terus memberikan dukungan moral. Iren beserta keluarganya pindah dari Bukit Senyum dan memilih tempat tinggal baru di Jodoh, dimana orang-orang di lingkungan itu tidak mengetahui keadaannya.
''Kami tidak memutuskan untuk pulang kampung, tetapi kami pindah rumah ke Jodoh. Keluarga ku terus memberikan dukungan. Orangtua ku mengetahui penyakit ku dari dokter langsung, sedangkan saudara-saudara ku diberitahu secara perlahan di VCT melalui konseling,'' ungkapnya.
Setelah keduanya (Anto dan Iren) dinyatakan positif HIV/AIDS, Iren memikirkan nasib anaknya yang baru berusia dua bulan. Ia merasa takut kalau anak semata wayangnya ikut tertular HIV/AIDS semasa dalam kandungan. ''Begitu kami dinyatakan positif HIV, yang kami kuatirkan anak kami. Kami was-was kalau dia ikut tertular. Karena usianya masih terlalu muda, sehingga belum bisa di lakukan serangkaian test,'' papar wanita berambut panjang itu.
Setelah usia anaknya menginjak enam bulan dilakukan pemeriksaan ke dokter, tetapi hasil test masih belum bisa dipastikan, karena sang anak masih menggunakan darah dari mamanya. ''Anak kami masih belum bisa dipastikan positif HIV. Kami berharap dia tidak tertular. Saat dia masih berusia dua bulan, ASI (ari susu ibu) saya mengering dengan sendirinya,'' ungkapnya.
Sehingga ia tidak lagi memberikan ASI kepada buah hatinya. Saat usia anaknya 18 bulan, baru diketahui hasil pemeriksaannya positif HIV. ''Waktu di test CD4 nya masih tinggi 1000. Untuk ukuran anak itu masih sehat, sekarang ini usia anak saya jalan empat tahun. Saya harap ia akan baik-baik saja sampai dewasa,'' harapnya dengan suara lirih.
Januari 2008 nanti, usia buah hati Iren dan Anto genap berusia 4 tahun. Untuk anak yang tertular HIV dari orangtuanya membuat Iren lebih memperhatikan pola makan anaknya. ''Saya selalu memperhatikan makanan yang anak saya makan, bila dia sedang sakit saya tidak akan memberikannya es atau apapun,'' ungkapnya.
Mengenai penyakit HIV yang diderita anaknya, Iren akan terus menyembunyikan masalah ini hingga anaknya dewasa. Iren menuturkan, saya akan memberitahukan penyakit HIV ini, bila anak saya sudah memahami benar apa itu HIV. ''Mungkin diusianya 12 tahun, saya akan memberitahukan pelan-pelan mengenai masalah ini. Karena ini untuk kebaikannya sendiri. Saya tidak mungkin memperhatikan pola makannya di luar,'' ujarnya.
Diakui Iren, setelah dinyatakan positif HIV kondisinya tidak seperti dulu. Sebab, dirinya jadi cepat lelah dan tidak boleh banyak pikiran, apalagi sampai stres. ''Banyak kawan-kawan senasib yang meninggal sebelum waktunya, karena masih banyak orang yang diskriminasi terhadap ODHA. Padahal kami ini membutuhkan dukungan, setidaknya dari keluarga sendiri dan lingkungan sekitar,'' tuturnya.
Penderita HIV/AIDS masih bisa hidup normal, layaknya orang sehat. Hanya saja virus HIV/AIDS menyerang kekebalan tubuh. Karena itu penderita HIV/AIDS harus rutin dan tepat waktu minum obat retroviral. ''Banyak kejadian lucu mengenai pengaruh obat retroviral, kalau saya obat itu menyerang sel darah merah. Sehingga sering pusing dan anemia. Dokter mengantikan obat retroviral yang lain. Kalau kawan ku, ada tuh yang sampai kulitnya jadi gatal-gatal karena alergi terhadap obat itu,'' ujarnya.
Kawan ku, lanjutnya, pernah bilang mau nuntut dokter karena kulitnya jadi rusak, belang-belang karena minum obat yang diberikan dokter. Bila menceritakan mengenai kawan-kawan yang satu perkumpulan, terlihat ada terbesit binar mata yang cerah. Ia merasa pergaulannya jadi terbatas karena sekarang ia tidak seperti dulu lagi.
''Kami bisa hidup layaknya orang normal dan penyakit kami ini tidak menular bila bersentuhan, berpelukan ataupun makan bareng. Saya pernah berkunjung ke rumah orangtua yang di Bukit Senyum, ada beberapa tetangga yang mengatakan masih hidup ya kamu,'' tuturnya. Ia melanjutkan, saya jawab saja, iya sambil ketaw-tawa. Kematian itu kan sudah diatur dari yang diatas. Orang sehat saja bisa meninggal mendadak. Jadi tidak ada masalah.
''Lingkungan tempat tinggal kami dulu, tidak terlalu mengucilkan saya lagi, kalau saya bermain ke sana. Karena sekarang mereka sudah mengetahui HIV/AIDS tidak menular hanya dengan berjabat tangan,'' pungkasnya.